Sumber :
Suara-islam.com
Sabtu, 20/12/2014 07:25:28
Artikel ini dibuat oleh penulisnya sejak beberapa tahun yang lalu
dengan judul : SYUBHAT NATAL. Dan telah dimuat di Web Resmi FPI yang
kemudian disebarluaskan oleh aneka situs Islam lainnya. Bahkan sudah
dibuat rekaman audio videonya disertai dengan presentase melalui
tayangan slide power point secara apik dan rinci serta ilmiah.
Berikut isi artikel lengkapnya :
Pada 1 Jumadil Ula 1401 H / 7 Maret 1981 M, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan Fatwa tentang Natal Bersama yang intinya bahwa
mengikuti Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya HARAM, dengan hujjah
antara lain : Surat Al-Kaafiruun 1 - 6, Surat Al-Baqarah : 42, Hadits
Nu'man ibnu Ba'syir tentang Syubhat, dan Kaidah Ushul "Dar'ul Mafaasid
Muqaddamun 'alaa Jalbil Mashaalih" (Menolak kerusakan didahulukan
daripada mengambil mashlahat).
Ketika itu, rezim yang berkuasa
tidak suka terhadap Fatwa MUI tentang Natal Bersama, karena dianggap
anti toleransi dan bertentangan dengan semangat pluralisme. Lalu MUI
dipaksa untuk mencabut Fatwanya, tapi almarhum Buya Hamka selaku
Pimpinan MUI kala itu lebih suka meletakkan jabatannya daripada menarik
kembali Fatwa tersebut, demi untuk menjaga aqidah umat Islam.
Belakangan, tampil sejumlah "Tokoh Islam" yang menggulirkan "Fatwa"
bahwa Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya BOLEH, dengan menyampaikan
sejumlah argumentasi yang tidak lepas dari MANIPULASI HUJJAH dan KORUPSI
DALIL. Fatwa Kontroversial mereka tersebut sangat digandrungi oleh KAUM
SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), bahkan dijadikan
Rujukan Utama hingga kini. Fatwa Aneh tersebut telah menebar SYUBHAT
yang melahirkan FITNAH di tengah umat Islam.
Syubhat Natal adalah
pemutar-balikkan ayat mau pun hadits untuk menyamarkan hukum Natal yang
sebenarnya sudah jelas keharamannya, sehingga Natal Haram diupayakan
menjadi Natal Halal, sekurangnya menjadi Natal Syubhat. Berikut beberapa
Syubhat Natal dan jawabannya :
1. SYUBHAT PERTAMA :
Dalam
Al-Qur'an cukup banyak ayat yang bercerita tentang Nabi 'Isa as
sekaligus menjadi hujjah bahwa umat Islam wajib mencintai, menghormati
dan mengimani beliau sebagai salah seorang Rasul. Bahkan dalam Surat
Maryam : 33, Allah swt menceritakan ucapan Nabi 'Isa as yang berbunyi :
"Wassalaamu 'alayya yauma wulidtu wa yauma amuutu wa yauma ub'atsu
hayyan" (Keselamatan atasku di hari aku dilahirkan dan hari aku mati
serta hari aku dibangkitkan dalam keadaan hidup). Dengan dasar itu
semua, maka merayakan dan saling mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi
'Isa as menjadi sejalan dengan semangat Al-Qur'an, sekaligus menjadi
bukti cinta, hormat dan iman kita kepada Nabi 'Isa as.
JAWABAN :
Iman kepada Para Rasul merupakan salah satu Rukun Iman. Dan Nabi 'Isa
as merupakan salah satu Rasul yang wajib diimani. Mengekspresikan cinta
dan hormat serta iman kepada Nabi 'Isa as yang paling utama adalah dalam
bentuk memposisikan beliau sebagai Hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta
menolak segala bentuk PENUHANAN terhadap dirinya. Jadi, pengekspresian
tersebut tidak mesti dengan memperingati Hari Lahirnya.
Andaikata
pun kita ingin merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar ayat 33
Surat Maryam, maka kita akan kesulitan menentukan tanggalnya, karena
tidak ada satu pun ayat Al-Qur'an atau Hadits Nabi saw atau Atsar dari
Shahabat, Tabi'in mau pun Tabi'it Tabi'in, yang menginformasikan tentang
tanggal kelahiran Nabi 'Isa as.
2. SYUBHAT KEDUA :
Dalam
Hadits Muttafaqun 'Alaihi yang bersumber dari Sayyiduna 'Abdullah ibnu
Sayyidina 'Abbas ra diceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima
informasi dari Yahudi tentang Kemenangan Nabi Musa as di Hari 'Asyura
(10 Muharram), lalu Nabi saw dan para Shahabatnya merayakan Kemenangan
Musa as di hari itu dengan berpuasa. Jika Nabi saw menerima INFO YAHUDI
tentang tanggal bersejarah 10 Muharram sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa
as lalu merayakannya, maka tidak mengapa kita menerima INFO NASHRANI
tentang tanggal bersejarah 25 Desember sebagai Hari Kelahiran Nabi 'Isa
as dan merayakannya pula.
JAWABAN :
Dalam Hadits Muttafaqun
'Alaihi yang lain bersumber dari Sayyidatuna 'Aisyah ra menerangkan
bahwa Puasa 'Asyura sudah dilakukan masyarakat Quraisy sejak zaman
Jahiliyyah, dan di zaman permulaan Islam menjadi Puasa Wajib hingga
diwajibkan Puasa Ramadhan di tahun kedua Hijriyyah.
Jadi, Puasa
Nabi saw di Hari 'Asyura bukan meniru-niru perbuatan Yahudi. Apalagi
dalam sebuah Hadits Shahih disebutkan tentang niat dan anjuran Nabi saw
buat umatnya agar juga Puasa Tasu'a (9 Muharram) untuk membedakan Puasa
Umat Islam dengan Puasa Yahudi di hari 'Asyura.. Dengan demikian menjadi
jelas bahwa tuntunan Nabi saw adalah tidak meniru-niru perbuatan kaum
kafirin, apalagi dalam sebuah Hadits lainnya beliau saw menegaskan
barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian darinya.
Memang, sikap Nabi saw yang diartikan sebagai bentuk perayaan terhadap
Hari Kemenangan Nabi Musa as bisa dijadikan dalil pembenaran syar'i bagi
perayaan Hari Bersejarah seorang Nabi atau Rasul, termasuk Hari Lahir
Nabi 'Isa as. Namun itu tidak boleh dijadikan dalil pembenaran syar'i
bagi tanggal 25 Desember sebagai Hari Kelahiran Nabi 'Isa as. Apalagi
dijadikan dalil buat meniru-niru Nashrani dalam merayakan Natal.
Penerimaan Nabi saw terhadap INFO YAHUDI tentang tanggal 10 Muharram
sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa as menjadi PEMBENARAN SYAR'I bagi info
tersebut, karena Sunnah Nabi saw adalah sumber hukum Islam yang
autentik setelah Al-Qur'an. Artinya, info itu menjadi benar bukan karena
datangnya dari Yahudi, tapi karena DIBENARKAN oleh Nabi saw. Sedang
INFO NASHRANI tentang tanggal 25 Desember sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa
as tidak memiliki PEMBENARAN SYAR'I sama sekali, sehingga tidak bisa
dibenarkan.
3. SYUBHAT KETIGA :
Ada Hadits Rasulullah saw
yang membolehkan umat Islam menyampaikan berita yang berasal dari Ahlul
Kitab. Karenanya, jika Nashrani di seantero dunia sudah sepakat
merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa pada tanggal 25 Desember, maka itu bisa
menjadi bagian berita Ahlul Kitab yang boleh kita terima.
JAWABAN :
Memang, ada Hadits tentang kebolehan menyampaikan berita Ahlul Kitab,
tapi ada Hadits juga yang mengarahkan umat Islam agar tidak mempercayai
(membenarkan) dan tidak pula mendustakan (menyalahkan) berita Ahlul
Kitab. Maksud berita Ahlul Kitab adalah segala info yang datang dari
Kitab-kitab suci atau Doktrin Asli ajaran agama Yahudi dan Nashrani.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengklasifikasikan berita Ahlul Kitab menjadi
tiga katagori, yaitu :
a. Info yang dibenarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib diterima,
b. Info yang ditentang Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib ditolak.
c. Info yang tidak dibenarkan dan tidak pula ditentang Al-Qur-an dan
As-Sunnah maka wajib tawaqquf, yaitu tidak menerima dan tidak juga
menolak.
Lalu, berita Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25
Desember masuk katagori berita Ahlul Kitab yang mana ? Atau bahkan tidak
termasuk katagori yang mana pun ?
Dalam menjawab pertanyaan
tersebut, harus dilihat terlebih dahulu tentang Hari Lahir Nabi 'Isa as
dalam Bibel. Berikut DATA BIBEL tentang Kelahiran Nabi 'Isa as :
A. Lukas 2 : 4 – 7
Ayat-ayat ini menginformasikan bahwa Sayyidatuna Maryam as saat hamil
tua bermusafir ke Yerusalem, setibanya disana ia tidak mendapatkan
penginapan karena semuanya sudah penuh terisi, sehingga ia melahirkan di
palungan (tempat jerami). Lalu dalam Lukas 2 : 41 ada keterangan bahwa
setiap tahun Orang tua Nabi 'Isa as datang mengunjungi Yerusalem di Hari
Raya Paskah yaitu Hari Raya Bani Israil yang jatuh pada awal musim
gugur. Itulah sebabnya, walau hamil tua Sayyidatuna Maryam as tetap
musafir karena pentingnya Hari Raya tersebut, dan itu pula sebabnya
semua penginapan penuh karena di Hari Raya tersebut semua Bani Israil
mendatangi Yerusalem. Artinya, menurut DATA BIBEL bahwa Nabi 'Isa as
lahir di awal musim gugur, dan itu tentu bukan bulan Desember melainkan
awal Sepetember.
B. Lukas 2 : 8 – 11
Ayat-ayat ini
menginformasikan bahwa di malam kelahiran Nabi 'Isa as, di sekitar
Yerusalem para gembala sedang menjaga kawanan ternaknya di padang
terbuka. Dan dalam Ezra 10 : 9 - 13 serta Kidung Agung (Nyanyian
Solomon) 2 : 9 - 11, ada keterangan bahwa di musim hujan / dingin semua
ternak disimpan dalam kandang dan semua manusia berada di rumah, tidak
keluar tanpa keperluan yang mendesak, karena mereka tidak sanggup
menahan dingin di luar rumah. Dengan demikian, DATA BIBEL ini pun
menunjukkan bahwa saat Nabi 'Isa as dilahirkan bukan musim hujan /
dingin, karena manusia dan ternak masih sanggup di padang terbuka pada
malam hari. Artinya, Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember,
karena Desember di Yerusalem musim hujan dan hawa sangat dingin,
sehingga tidak mungkin ada rombongan gembala pada malam hari menjaga
kawanan ternak di padang terbuka.
C. I Tawarikh (Chronicle) 24 : 10 dan Lukas 1 : 5 – 38
Ayat-ayat ini menginformasikan bahwa Nabi Zakaria as dan rombongannya
dalam kelompok Abia mendapat tugas menjaga Rumah Tuhan pada giliran ke
delapan, dan itu menurut Kalender Hebrew jatuh pada tanggal 27 Iyar - 5
Sivan, atau bertepatan dengan tanggal 1 - 8 Juni (Awal Juni). Lalu
ketika tugas itulah Nabi Zakaria as mendapat wahyu tentang kehamilan
istrinya yang kelak akan melahirkan Nabi Yahya as. Artinya, 9 bulan
setelah tugas itu menurut masa kehamilan normal maka Nabi Yahya as
dilahirkan, yaitu awal Maret. Kemudian diinformasikan bahwa usia Nabi
'Isa as 6 bulan lebih muda daripada Nabi Yahya as. Artinya, jika Nabi
Yahya as dilahirkan awal Maret maka Nabi 'Isa as dilahirkan 6 bulan
sesudahnya, yaitu Awal September.
Dengan demikian DATA BIBEL di atas juga menginformasikan bahwa Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember.
Seorang Pastur dari Gereja Wolrdwide Church of God di Amerika Serikat,
Herbert W. Armstrong (1892-1986), dalam bukunya yang berjudul The Plain
Truth About Christmas menyatakan bahwa Nabi 'Isa as tidak dilahirkan
bulan Desember, dan Perayaan Hari Raya Natal bukan ajaran asli gereja,
melainkan bersumber dari ajaran paganisme (penyembah berhala) yang sejak
lama, jauh sebelum kelahiran Nabi 'Isa as, telah merayakan Hari
Kelahiran Dewa Mithra sebagai Dewa Matahari mereka pada tanggal 25
Desember.
Pendapat Pastur Herbert tersebut sejalan dengan
keterangan dalam Encyclopedia Britannica dan Encyclopedia Americana.
Kedua Literatur tersebut mendefinisikan Natal sama seperti pernyataan
Pastur Herbert di atas.
Pada tahun 1993, seorang Astronom
Inggris, David Hughes dari Universitas Sheffield, dalam sebuah wawancara
dengan Britain's Press Association (BPA), yang dikutip oleh Kantor
Berita Reuter, menyatakan bahwa Nabi 'Isa as diduga kuat lahir pada
tanggal 15 September 7 tahun sebelum Masehi, karena pada tanggal
tersebut terjadi siklus pertemuan 840 tahunan sekali antara planet
Yupiter dan Saturnus, yang dari permukaan Bumi terlihat bagai Bintang
Terang yang langka. Menurutnya, itulah Bintang Terang yang terlihat di
malam kelahiran Nabi 'Isa as sebagaimana diinfokan Bibel dalam Matius 2 :
1 -12.
Selain itu, tercatat dalam beberapa literatur sejarah
Nashrani, bahwa tiga abad pertama Masehi tidak ada umat Nashrani yang
merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as. Dan awal abad keempat Masehi,
perayaan tersebut mulai muncul di tengah umat Nashrani, tapi pada
tanggal yang berbeda-beda, seperti 6 Januari, 28 Maret, 18 April dan 28
Juni. Baru pada tahun 354 M, Paus Liberius di Roma memutuskan tanggal 25
Desember sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as. Keputusan itu diikuti oleh
Gereja Roma di Konstantinopel pada tahun 375 M dan di Antakia pada tahun
387 M. Selanjutnya menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini.
Kesimpulannya, Data Bibel dan Data Astronomi serta Literatur Kristiani
lainnya menolak kemungkinan Kelahiran Nabi 'Isa as pada bulan Desember,
sehingga INFO NASHRANI tentang kelahiran Nabi 'Isa as pada tanggal 25
Desember adalah info yang tidak termasuk dalam katagori berita Ahlul
Kitab, karena Bibel sendiri menolak. Info tersebut adalah INFO FIKTIF
yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara Syar'I mau pun secara
ilmiah akademis.
4. SYUBHAT KEEMPAT :
Pada prinsipnya, umat
Islam boleh KAPAN SAJA merayakan Hari Kelahiran seorang Nabi atau Rasul,
termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as, untuk memuliakan mereka para Utusan
Allah SWT. Maka, tidak ada masalah memperingati Hari Lahir Nabi 'Isa as
pada tanggal 25 Desember atau tanggal lainnya, walau pun tanggal Lahir
Nabi 'Isa as masih diperdebatkan kalangan Kristiani sendiri.
Hanya
saja, peringatan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember lebih
tepat untuk membangun toleransi antar umat beragama dalam rangka
menyuburkan keharmonisan hubungan Islam - Nashrani.
JAWABAN :
Justru, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersamaan dengan umat Nashrani
pada tanggal 25 Desember menjadi MAZHONNATUL FITAN (sumber fitnah) yang
sangat berbahaya, antara lain :
a. Justifikasi kebohongan umat Nashrani dalam penetapan tanggal Hari Lahir Nabi 'Isa as.
b. Justifikasi kesesatan keyakinan umat Nashrani yang merayakan Natal sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as sebagai ANAK TUHAN.
c. Membuat BID'AH DHOLALAH karena merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar INFO FIKTIF NASHRANI.
d. Pencampur-adukkan aqidah haq dengan bathil.
e. Menjerumuskan kalangan awam dari umat Islam yang kebanyakan lemah iman.
f. Pelecehan terhadap kemuliaan Nabi 'Isa as, karena Hari Lahirnya
dirayakan dengan Data Dusta, ditambah lagi dibarengi dengan umat
Nashrani yang merayakannya sebagai Hari Lahir Anak Tuhan.
Dengan
demikian, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember
bukan bentuk toleransi antar umat beragama, tapi bentuk pencampu-adukkan
aqidah yang sangat dilarang dalam Islam. Dan itu tidak akan menyuburkan
keharmonisan hubungan antar Islam - Nashrani, tapi akan menyuburkan
PENDANGKALAN AQIDAH yang bisa mengantarkan kepada pemurtadan.
Sikap umat Islam yang tidak mengganggu umat Nashrani dalam merayakan
Natal, dan ikut menjaga kondusivitas suasana dalam masa Natal dan Tahun
Baru, serta memberi kesempatan kepada mereka merayakannya secara semarak
di berbagai tempat, mulai dari Gereja, Pabrik, Kantor hingga Istora
Senayan, sebenarnya sudah LEBIH DARI CUKUP sebagai bentuk toleransi
mayoritas Muslim kepada minoritas Nashrani di negeri Indonesia tercinta
ini.
5. SYUBHAT KELIMA :
Andai pun umat Islam tidak merayakan
Hari Lahir Nabi 'Isa as bersama umat Kristiani pada tanggal 25
Desember, karena khawatir terganggunya aqidah. tapi setidaknya tidak
mengapa sekedar mengucapkan SELAMAT NATAL kepada mereka untuk
penghormatan dan maslahat pergaulan. Apalagi bagi Tokoh Islam yang jelas
sudah mantap aqidahnya dan diperlukan pemantapan hubungan pergaulan
Lintas Agamanya, sehingga kekhawatiran semacam itu tidak perlu ada
sekaligus tidak lagi menghalangi Tokoh Islam dalam meningkatkan Dakwah
Lintas Agama.
JAWABAN :
Natal secara Estimologi adalah Hari
Lahir. Dan secara Terminologi adalah Hari Lahir Yesus Kristus sebagai
Anak Tuhan, sebagaimana ditulis oleh berbagai Ensiklopedi. Dan sebutan
HARI NATAL hanya digunakan dalam makna Terminologi. Artinya, jika
seseorang mengucapkan SELAMAT NATAL maka sesuai makna Terminologinya
berarti mengucapkan "Selamat Hari Lahir Yesus Kristus sebagai Anak
Tuhan". Dan itu jelas haram bagi umat Islam.
Jika seorang Muslim
terlanjur mendapat ucapan Selamat Natal dari siapa pun, maka mesti
dijawab dengan Surat AL-IKHLASH yang berintikan Keesaan Allah SWT yang
tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Syariat Islam buat semua
lapisan umatnya, Ulama dan Awam, Pejabat dan Rakyat, Kaya dan Miskin.
Karenanya, apa pun yang menjadi MAZHONNATUL FITAN diharamkan, baik bagi
yang imannya kuat, apalagi yang imannya lemah. Lebih-Iebih jika
Mazhonnatul Fitannya menyangkut aqidah sebagaimana telah diuraikan tadi.
Bukankah memandang wanita yang tidak halal, apalagi berjabat-tangan
dengannya, diharamkan bagi laki-laki, termasuk Rasulullah saw sekali
pun, karena hal itu merupakan Mazhonnatul Fitan yang bisa menggerakkan
syahwat dan mengundang fitnah. Padahal kita sama tahu dan yakin bahwa
IMAN dan TAQWA Rasulullah saw adalah yang terkuat dan terbaik, sehingga
syahwat beliau saw tidak akan terpancing hanya dengann memandang atau
berjabat-tangan dengan wanita mana pun yang tidak halal baginya, namun
sungguh pun demikian beliau saw tidak mau melakukannya karena
Mazhonnatul Fitan yang wajib dihindarkan.
Karenanya, tidak ada
alasan bagi Tokoh Islam untuk menghalalkan Natal dengan dalih asal
aqidah kuat. Bahkan ketokohan mereka semestinya membuat mereka lebih
hati-hati dalam bersikap, karena mereka adalah teladan yang akan diikuti
umat yang kebanyakan beraqidahkan lemah. Sikap Tokoh Islam yang
mengikuti Natal jelas bisa menjerumuskan umat.

KESIMPULAN :
Umat Islam hukumnya haram merayakan Natal dalam bentuk apa pun, baik
ucapan selamat Natal, atau pun saling berbagi hadiah Natal, atau juga
memakai atribut Natal, mau pun mengirim kartu Natal, atau memajang pohon
Natal, apalagi mengikuti Misa Natal.
Selain itu, umat Islam juga hukumnya haram mengganggu umat Nasrani dalam merayakan hari Natal mereka.
Ayo, bangun toleransi antar umat beragama, tanpa mencampur-adukkan akidah dan syariat.
Wallaahul Musta'aan.